Buya Hamka: "Kisah Hidup Buya Hamka Bag. 1"
Sumber : https://pwmu.co/wp-content/uploads/2020/07/IMG-20200710-WA0014.jpg |
Assalamu’alaykum sahabat Fillah...
Sudah lama saya tidak menulis
atikel karena suatu hal, Namun mendadak tergugah setelah membaca buku tentang
salah satu Tokoh Bangsa. Menurut saya apa yang penulis sharing nanti dalam
artikel pendek ini, sangat dibutuhkan oleh generasi kita sekarang. Mengingat
permasalahan Politik dan Agama kian hangat di negeri ini. Semoga artikel ini
bisa sedikit memberikan pencerahan untuk kita agar lebih dewasa dalam
berpolitik dan beragama.
Tahun 2014-an (semasa kuliah)
kurang lebih saya sudah mulai menyukai salah satu tokoh bangsa di negeri ini.
Melalui salah satu bukunya yang bejudul “Terusir” saya mulai penasaran dengan
biografi dan karya karya penulis tersebut. Penulis itu adalah H. Abdul Malik
Karim Amrullah, atau masyarakat biasa mengenalnya dengan sebutan Buya Hamka.
Seperti penjelasan di atas, hari
ini kita akan belajar dari Guru Bangsa, Ulama dan sekaligus politikus yang
bukan hanya disegani oleh masyarakat Indonesia tapi juga oleh masyarakat dunia.
Dalam semasa hidup Buya Hamka banyak dikenang orang bukan hanya karena puluhan
karya buku bukunya termasuk tafsir Al-Qur’an 30 Juz nya melainkan juga sifat
dan prilakunya yang baik, berprinsip dan pemaaf sehingga banyak dicintai oleh
masyarakat Indonesia hingga saat ini.
Dalam menjalankan hidup sebagai
seorang Ulama dan Politikus
bukan tak ada ujian dan cobaan, Justru ujian dan cobaan itu beliau dapatkan
sesama hidupnya bahkan ujian itu beliau dapati dari tokoh tokoh bangsa pada
saat itu juga.
Dipenjara selama kurang lebih 2,5
Tahun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Fitnah melalui media massa yang
digencarkan oleh dua surat kabar harian berbau komunis di Ibukota, yaitu Harian Rakyat dan Harian Bintang Timur dan Perseteruan Buya Hamka dengan tokoh Mr Moh.
Yamin dalam merumuskan dasar negara.
Ketiga ujian tersebut beliu
selesaikan dengan hikmah (bijaksana), hikmah yang bukan hanya untuk beliau
sendiri tapi juga bisa kita nikmati dan kita pelajari untuk siapapun yang mau
belajar dari sosok Buya Hamka.
Ketiga ujian tersebut tentu hanya
pengantar dari beberapa kisah inspiratif
dari sosok Buya Hamka, namun penulisi ingin sedikit lebih menekankan
pada kisah perseteruan Buya Hamka dengan Tokoh Bangsa Mr Moh. Yamin dalam
perbedaan merumuskan dasar negara.
Pada Tahun 1955 sampai 1957 Buya
Hamka cukup aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota Konstituante.
Lembaga Konstituante ini lahir pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dengan
tugas untuk membentuk undang-undang Dasar Negara pengganti UUDS 1950.
Didalam anggota konstituante terdapat dua perbedaan pandangan terhadap dasar negara yang cukup mendapatkan perhatian banyak pihak. Kedua pandagan itu mengerucut pada 2 hal, yaitu :
- UUD 45 berdasarkan Syariat Islam
- UUD 45 berdasarkan Pancasila
Pandangan pertama diperkasai oleh Partai Masyumi dari golongan Islamis sedangkan pandangan kedua di Perkasai oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dari golongan Nasionalis. Buya Hamka pada golongan Islamis sedangkan Ms Moh. Yamin pada golongan Nasionalis. Singkat cerita Buya Hamka dalam suatu acara persidangan, ia dengan berani menyampaikan pidato politiknya dihadapan anggota sidang konstituante dengan berkata,” Bila kita mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju nereka!”. Sontak peryataan Buya Hamka membuat terkejut anggota sidang tersebut. Bukan hanya dari golongan Nasionalis, melainkan dari golongan Islamis pun sontak ikut terkejut dengan peryataan Buya Hamka yang cukup tegas dan berani tersebut.
Baca Juga: Biorgrafi Antonio Gramsci
Hal ini yang jelas mendapatkan
perhatian banyak pihak, Tokoh bangsa Mr Moh. Yamin dari Fraksi PNI (Golongan
Nasionalis) Pun ikut marah dengan pernyataan Buya Hamka. Tokoh PNI ini tidak
hanya marah besar, melainkan juga berlanjut kebencian pada Buya Hamka. Kebencianya juga terlihat bukan
hanya pada sidang konstituante melainkan juga pada acara-acara resmi dan
seminar kebudayaan lainnya. Pada akhirnya melalui dekrit Presiden, Soekarno
membubarkan Konstituante dan Parlemen lalu menetapkan Pancasila sebagai Dasar
Negara.
Singkat cerita, tokoh Moh. Yamin yang pernah
membenci Buya Hamka jatuh sakit pada tahun 1962. Beliau dirawat di Rumah Sakit
Pusat Angkatan Dasar (RSPAD). Lalu datang Bapak Chaerul Saleh, mantan salah
seorang Menteri Kabinet Soekarno mengunjungi rumah Buya Hamka menyampaikan
pesan dari Bapak Moh. Yamin, setelah sebelumnya menelpon Buya Hamka akan
perihal kabar sakitnya Moh. Yamin dan rencana kedatangannya yang ingin bertemu
dengan Buya Hamka.
Dalam kunjunganya ke Rumah Buya Hamka, beliau
pun menyampaikan pesannya kepada Buya Hamka.
“Apa Pesannya?,” Tanya Buya Hamka.
“Pak Yamin Berpesan agar saya menjemput Buya ke
Rumah Sakit. Beliau ingin menjelang ajalnya, Buya dapat mendampinginya. Saat
ini, Pak Yamin dalam keadaan sekarat,” Jawab Pak Khaerul Saleh.
Mendengar perkataan itu, Buya Hamka agat
terkejut, Sekilas terbayang olehnya sikap bermusuhan dan bencinya Moh. Yamin
terhadapnya. Singkat cerita, Buya Hamka pun langsung menuju RSPAD untuk menemui
Moh. Yamin.
Sesampainya disana, Moh. Yamin tampak terbaring
ditempat tidurnya dengan selang infus dan oxygen yang terpasang padanya.
Melihat kedatangan Buya Hamka, Moh. Yamin tampak agak berseri melihat
kedatangan Buya Hamka. Dengan gerakan yang sangat lemah ia mencoba melambaikan
tangannya kepada buya Hamka, sebagai isyarat agar Buya Hamka mendekat. Buya Hamka pun mendekat dan
menjabat tangan Moh. Yamin lalu mencium kening tokoh yang bertahun-tahun tampak
membencinya. Dengan lirih yang lemah Moh. Yamin berbisik,”terimkasih telah sudi
untuk datang. Seketika dari kelopak mata Moh. Yamin pun tampak air mata
menggenang.
“Dampingi saya!” bisiknya lagi pada Buya Hamka.
Tangan Buya Hamka masih terus menggenggamnya,
dan mendampinginya denga surat Al-Fatihah. Kemudian kalimat la illaha illalah. Dengan lemah Moh.
Yamin mengikutinya, Buya Hamka mengulanginya sebanyak 2 kali. Pada saat yang ke
2, tidak terdengar lagi suara lirih dari Moh. Yamin hanya berupa mengencangkan
tangannya kepada Buya Hamka disampinya. Lambat laun, genggaman tangganya pun
melemah dan terasa dingin lalu genggaman itupu perlahan terlepas.
Lalu seorang Dokter datang memeriksa, Dokter
itupun memberi tahu bahwa Moh. Yamin telah meninggal dunia. Innalillahi wa inna’ilaihi raji’un.
Moh. Yamin pun telah tiada, beliau dimakamkan
di Desa Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat dan ditemani pula oleh Buya Hamka
sampai proses akhir pemakaman selesai.
Semoga Allah SWT memberkahi kedua tokoh bangsa
tersebut dan meridhoi amal perbuatannya.
Itulah sepenggal kisah inspiratif dari sosok
Buya Hamka yang mungkin jarang kita temui di buku-buku sejarah. Kisah yang
bukan hanya kaya akan nilai sejarah, tapi juga tentang moral dan akhlak luhur
yang tertanam pada sosoknya. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari berbagai
kisah yang dialami oleh Buya Hamka agar selalu berpikir positif dan yakin bahwa
setiap manusia pada dasarnya baik serta memaafkan jauh lebih menentramkan
daripada larut dalam kebencian.
Wa’alaykumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Note: Untuk lebih jelasya kalian bisa membaca buku biografi Buya Hamka yang berjudul Ayah. Buku ini ditulis oleh salah satu anaknya yang bernama Irfan Hamka
Instagram : @rafiadly29