Apa Itu Remaja?
(Analisis
Deskriptif Berdasarkan Teori dan Observasi)
Oleh : Susanti,S.Sos
Sumber Gambar : https://www.kompasiana.com/zaenalabidin/550dc89fa333111b1b2e3efe/begitu-parahkah-remaja-indonesia |
Masa
remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan
besar dan terjadi kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmanisah terutama
fungsi seksual. Selajutnya yang paling menonjol pada masa ini adalah adanya
kesadaran mendalam mengenai diri sendiri dimana anak muda mulai meyakini kemauan
dan cita-cita sendiri. Dengan jalan tersebut ia menemukan jalan hidupnya serta
mulai mencari nilai-nilai tertentu, seperti kebaikan, keluruhan, kebijaksanaan
dan sebagainya.[1]
Masa
remaja atau disebut pula sebagai masa pubertas, dimana pada umumnya terjadi
dalam empat fase yaitu: masa awal pubertas (masa Peural atau pra pubertas
(12-14tahun)), masa menentang kedua/fase negatif, masa pubertas sebenarnya (17 tahun),
dan masa adolesensi (17-21 tahun).[2]
Ada pula yang dikemukakan oleh Mappiare, dimana masa remaja ini berlangsung
bagi perempuan antara 12-21 tahun sedangkan 13-22 bagi laki-laki. Selanjutnya
diklasifikasikan kedalam beberapa fase diataranya: Remaja awal (13-15 tahun),
Remaja Madya (17-19 tahun) dan remaja akhir (20-22 tahun). Mengeai batasan usia
ini pun berbeda pendapat dengan Soekanto dimana menurutnya golongan remaja muda
adalah para gadis yag berusia 13-17 tahun. Sedangkan bagi laki-laki remaja muda
berusia dari 14-`17 tahun. Sedangkan apabila remaja tersebut menginjak usia 17
tahum-18 tahun, mereka lazim disebut pemuda-pemudi.[3]
Pada masa ini remaja cenderung masih
mencari jati diri yang sebenarnya. Oleh sebab itu tidak jarang pada masa remaja
ini sering terjadi hal-hal negatif. Pentingnya fase remaja ini diisi dengan
hal-hal yang megarah pada kebaikan sehingga akan berimplikasi pada kualitas
generasi muda yang akan datang.
Namun yang terjadi saat ini pada
masa remaja justru dijadikan sebagai masanya untuk mencoba-coba, namun sangat
disayangkan masa coba-coba tersebut mengarah pada suatu tindakan negatif. Hal
in justru akan merusak masa depan generasi bangsa. hal ini terkiat pula
sebagaimana menurut Soekanto bahwa keremajaan merupakan gejala sosial yang
bersifat sementara, karena berada pada usia kanak-kanak dengan usia dewasa.
Sifat sementara dari kedudukannya mengakibatkan remaja masih mencari
identitasnya, karena oleh anak-anak mereka sudah dianggap dewasa, sedangkan
oleh orang dewasa mereka masih dianggap kecil.[4]
Remaja masa kini memang berbeda
dengan versi remaja masa lampau. remaja masa kini sudah hidup pada arena yang
serba kompleks serta berada di tengah zaman teknologi yang semakin canggih.
sehingga mau tidak mau remaja masa kini pun ikut terlibat didalamnya. Bahkan
saat ini semakin banyak bermunculan media sosial yang ada, seperti Instagram, Whats
App, Facebook dan lain-lain.
Hal diatas menunjukan adanya suatu
permasalahan, yang bukan hanya terlihat karena pengaruh dari luar saja, namun
remaja pula memiliki sutau permasalahan pribadi, diantaranya:[5]
- Persoalan yang dihadapi di rumah, misalnya soal disiplin, hubungan dengan anggota-anggota keluarga lainnya dan seterusnya. Persoalan yang dihadapi di sekolah, umpamanya hubungan dengan para guru, nilai-nilai, kegiatan esktrakulikuler, pola keteremapilan dan lain-lain
- Persoalan kondisi fisik, misalnya kesehatan individual, kesehatan sosial dan seterusnya
- Masalah penampilan, misalnya ketampanan, kecantikan, pola pakian dan lain-lain
- Masalah penyerasian sosial, misalnya pergaulan dengan sebaya, kepemimpinan dan seterusnya
- Masalah nilai-niai, misalnya moralitas, seksual, pergaulan dna lain-lainnya
- Masalah rasa Khawatir, misalnya rasa berbahaya, kekecewaan, dan seterusnya.
Ada beberapa hal yang menjadi
ciri-ciri remaja yang sekaligus menjadi harapan-harapan remaja itu sendiri,
diantranya: perkembangan fisik yang pesat, keinginan yang kuat untuk mengadakan
interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih
matang pribadinya, keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari
kalangan dewasa, mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, adanya perkembangan
taraf intelektualitas, menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan
kebutuhan atau keinginannya. Hal tersebut sekaligus menjadi harapan-harapan
remaja. Oleh sebab itu karena mereka masih belum mantap identitasnya, maka
dengan sendirinya diperlukan panutan untuk membimbing mereka untuk mencapai
cita-cita atau memenuhi harapan-harapan. Hal tersebut dilakukan karena
terkadang remaja untuk memenuhi harapan-harapannya tersebut dicapai dengan cara
yang salah atau tidak wajar. Bimbingan tersebut pada initinya diperlukan untuk
mencegah efek negatifnya yang dilakukan dengan cara persuasif. Hal tersebut
dilakukan karena pada periode remaja ini masih dihiasi oleh fator-faktor
emosional.[6]
Oleh sebab itu diperlukan bimbingan yang benar khsusunya dari orang tua. Karena
para remaja menginginkan bimbingan dari orang tuanya sebagai panutannya. Apabila
hal tersebut tidak diterima maka akan menyebabkan frustasi.
Catatan Kaki:
[1] Kartini
Kartono, Psikologi Anak (Psikologi
Perkembangan), (Bandung: Mandar Maju, 1995), hal. 148
[2] Ibid., hal. 149
[3] Soerjono
Soekanto, Sosiologi Keluarga
(Jakarta: RinekaCipta, 2009), hal. 50
Daftar Pustaka:
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Keluarga. Jakarta: RinekaCipta
Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandar Maju,
Mau Artikel ini format Word atau PDF ?
Follow Instagram kami @rafiadly29 dan @susanti.faqot07